02/02/09

HMI DAN BABAK PERJUANGAN BARU


Sebuah Catatan Kecil Kader Menyambut Milad 62 Tahun HMI



Oleh : Firman Wijaya



Bahagia HMI, mungkin itu yang bisa terungkap dalam hati setiap Insan Cita HMI. Karena hingga 5 Februari 2009 M organisasi yang didirikan oleh Lafran Pane (Alm) ini masih bisa eksis dan berkarya untuk bangsa ini.

HMI sejak kelahirannya tahun 1947 telah melewati beberapa dinamika zaman. Dari keterlibatannya dalam revolusi kemerdekaan dengan turut dalam pengusiran penjajah, terlibat aktif dalam permusan identitas kebangsaan, korban konflik kepentingan politik menjelang kejatuhan Soekarno hingga menjadi korban represivitas Orde Baru yang memaksakan Asas Tunggal Pancasila (Djabir: 2006).

Namun kini elan vital HMI kembali dipertanyakan, terlepas itu HMI (Dipo) maupun HMI (MPO) tempat penulis menimba ilmu kini. Masihkah HMI menjadi organisasi perkaderan dan masihkan HMI berjuang untuk rakyat?. Lalu dihadapkan dengan kondisi keindonesiaan yang tengah dihegemoni oleh Neo Liberalisme, mampukah HMI menjawab tantangan zamannya ?.

Fase Transisi HMI Menuju Ridho Ilahi

Sebuah realitas sosial-politik pasca runtuhnya Rezim Orde Baru, HMI menghadapi zaman yang mengedepankan keterbukaan dan kompetisi. Suatu zaman yang menuntut setiap yang terlibat didalamnya memiliki karakter yang kuat.

Besarnya Ekspektasi dan idealita yang coba direkonstruksi oleh HMI (MPO) adalah karakter organisasi HMI yang menjadi ciri pembeda dengan organisasi ekstra kampus lain (termasuk dengan HMI lainnya).

Idealita keislaman dan kemanusiaan universal coba diusung secara organisatoris dan ditransformasi kedalam jiwa pada tiap-tiap kadernya.

Arah idealita HMI yang mapan dibangun ditengah suasana “menindas” pada masa Orde Baru, kini tengah mengalami dialektika; konteks struktur dan kultur HMI.

Sebagai sebuah cita tidak ada yang salah dengan idealita HMI, namun dalam format aplikasi HMI dalam sumbangsihnya konteks kebangsaan dan keindonesiaan kembali perlu semangat baru.

Fase ini adalah fase transisi HMI, dimana berbagai faktor internal dan eksternal organisasi tengah memaksa penafsiran dan penataan ulang atas berbagai komponen organisasi.

Kegelisahan melihat kebesaran organisasi lain atau bahkan HMI saudara kembarnya; berjalan seiring dengan ekspektasi yang tinggi dalam meraih cita HMI.

Fase transisi dapat dijadikan sumber kekuatan kreatif tapi fase transisi juga bisa menjadi krisis dan berkembang menjadi akut jika tidak berhasil diatasi.

Babak Perjuangan Baru HMI

Era post orde baru ini bukan tanpa masalah. Satu hal penting yang menjadi dampak Reformasi adalah terjadinya transformasi dari oligarchi corruption menjadi democratic corruption. Rekonsolidasi sisa-sisa orde baru dan militer kedalam tatanan demokrasi menunjukkan kaum reformis belum telah kalah dalam burgaining position.

Zaman ini mendeskripsikan kepada kita bahwa manusia semakin individualis hingga melupakan bahwa dia tidak hidup diruang hampa atau a historis. Persoalan lainnya adalah gerak laju masyarakat yang semakin terlindas mainstream liberal yang materialisme sebagai kerangka paradigmatiknya.

Dampak yang real dari fenomena itu adalah semakin sulit memisahkan kebenaran dari kepentingan politik dan ekonomi yang kini dihegemoni oleh paham baru yang disebut dengan neo liberalisme.

Generasi HMI kini dihadapkan pada zaman neo liberalisme, berbeda dengan generasi sebelumnya dimana negara sebagai suatu entitas politik melakukan kontrol yang tanpa batas. Suasana demokrasi yang semakin terbuka haruslah dimanfaatkan oleh HMI kini mengembangkan misi dan postur organisasi.

Negara yang dulu sangat intervensionis sehingga suasana poltik sosial yang sangat tidak nyaman untuk berbeda pemikiran dan haluan dengan rezim, wajar HMI memilih untuk melawan. Sehingga sikap politik HMI terhadap negara pada saat itu yang vis a vis.

Arus liberalisme kini membuat negara sebentar lagi hanya akan menjadi ”tukang stempel” an sich. Penguasa nyata atas politik, ekonomi dan sosial akan beralih ketangan-tangan para pemilik modal. Pintu gerbang era itu sekarang telah dibuka lebar-lebar dan masyarakat serta negara sudah dihalau dan digiring untuk masuk berduyun-duyun kedalam era itu (Dasopang: 2005).

Mengutip Bonnie Setiawan (2000), tercatat 5 prinsip dari Neo Liberalisme, diantaranya (1). Kekuasaan Pasar, (2).Memotong Subsidi,(3). Deregulasi, (4). Privatisasi, (5). Menghapus konsep public goods.

Akhir dari bencana ini adalah pemangkasan otoritas negara sebagai langkah strategis untuk lebih mudah mengendalikan negara dan akhirnya negara dirampas dari tangan rakyat. Ini merupakan skenario global untuk mengintegrasikan kekuasaan masyarakat pasar (baca: kapitalis)

Suasana demokrasi yang semakin terbuka haruslah dimanfaatkan oleh HMI kini untuk mengembangkan misi dan postur organisasi. Nostalgia HMI yang selalu vis a vis dengan negara harus sedikit digeser kearah yang paradigmatik bukan hanya reaktif. Karena kini negara termasuk obyek yang harus diadvokasi oleh HMI dalam melawan neo liberalisme.

Untuk HMI harus menjadi avant garde dalam meng-counter kekuatan kontra revolusioner yang akan mengkooptasi negara dalam menjalankan perannya untuk mensejahterakan rakyat .

Tema besar Gerakan Tamadduni yang kini menjadi icon dan concern Gerakan HMI menjadi sebuah jalan dalam mencapai masyarakat cita HMI.

Gerakan Tamadduni (civilizational movement) adalah ikhtiar dan ijtihad tingkat tinggi yang hendak mendorong seluruh kekuatan kognitif, afektif, tenaga dan pikiran serta pergerakan sosial kearah terciptanya masyarakat yang berperadaban.

Pertama, ditingkat suprastruktur, gerakan ini mengandalkan adanya bangunan tauhid yang kokoh dibatin segenap anggota masyarakat. Refleksi atas tauhid baik oleh individu maupun masyarakat adalah imperasi gerakan yang tidak bisa dihentikan oleh bergantinya tempat dan waktu.

Kedua, ditingkat kultur, ia juga meniscayakan adanya kondisi masyarakat yang mempunyai ketinggian dan kemerataan tingkat keilmuan (literate society), kompetensi dan kapasitas serta inisiatif dan partisipasi baik di bidang ekonomi, politik maupun kebudayaan.

Ketiga, ditingkat struktur, gerakan tamadduni mempunyai tugas untuk memperbaiki sistem, struktur dan performa kenegaraan agar memenuhi hak-hak masyarakat yang biasanya selalu menjadi pihak yang dikalahkan dan dilemahkan. Wallahu alam bissowab. [ ]

Tidak ada komentar: