07/02/09

Mahasiswa Oh .. Mahasiswa (Diagnosa Gerakan Mahasiswa Post-Reformasi 1998 )

Bogor I AA, “ lebih baik terasing daripada menyerah kepada kemunafikan ”. Itulah yang pernah dituliskan Soe Hok Gie dibuku hariannya, yang dipertengahan 1980-an diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul “Catatan Sang Demonstran” yang diterbitkan LP3ES.

Mungkin itulah sekilas sosok mahasiswa yang idealis dalam melakukan perjuangannya. Hanya rakyat yang menjadi tujuan pengabdiannya. Tapi pertanyaan kritis wajib ditanyakan, apakah idealisme mahasiswa masih terjaga ?.

Pasca reformasi tidak dapat dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa semakin mengalami degradasi, tidak visioner, sektarian, mudah terprovokasi, temporer, inkonsistensi, bahkan cenderung terjebak pada vested interest penguasa (pragmatisme). 

Amien Rais dalam suatu kesempatan pernah mengatakan bahwa gerakan mahasiswa kini sudah “mati suri”. Tentu thesa dari tokoh reformasi ini didasarkan pada analisa berdasarkan fakta.

Dewasa ini mahasiswa tengah dihegemoni oleh budaya dan gaya hidup kosmopolit dan nge-pop (pop culture) sebagai dampak dari arus globalisasi -mau tidak mau– akhirnya mempengaruhi mental dan cara berpikir mahasiswa terhadap segala persoalan. Bahkan kini mahasiswa terjebak dalam budaya hedonis dan pragmatis, orientasinya selalu diarahkan kepada kuliah an sich. Menganggap kegiatan organisasi ekstra kampus, macam HMI sebagai kegiatan rendah dan tidak penting lagi. Masya Allah. 
Disamping itu mahasiswa juga banyak terjebak pada anarkisme, tindakan a morals, kekerasan, hingga hilangnya idealisme karena hanya menjadi antek-antek Kabir (kapitalisme birokrat).

Fenomena ini menunjukkan ada gejala a historis dari mahasiswa. Sebagai individu dia tidak mafhum akan fungsi sosiologisnya sebagi agent of change. Tidak salah jika rakyat semakin pesimis dengan gerakan mahasiswa. 

Kondisi ini disebabkan karena faktor internal dan eksternal mahasiswa. Sudah menjadi realita kini bahwa kita tengah di”hajar” habis-habisan oleh paham neo-liberalisme. Fenomena sosial konteks dunia kemahasiswaan tersebut adalah salah satu dampaknya.

Tapi ditengah suasana carut marutnya gerakan mahasiswa kini, kita masih cukup berbahagia karena diantara sekian ribu mahasiswa yang hedonis masih terdapat mahasiswa yang mau berjuang untuk rakyat (aktifis).

Didalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang penuh dengan hipokrasi kini, masih mau berdiskusi mencari problem solving atas persoalan kebangsaan yang kian hari semakin parah. Melakukan advokasi, empowering, bahkan panas-panasan berdemonstrasi hanya untuk membela hak-hak rakyat. Padahal kawan-kawanya sedang asyik duduk santai dibawah pohon rindang bersama pacarnya sambil mendengarkan musik atau hanya lalu lalang sambil “cipika-cipiki”, naudzubillah. [ ]

Tidak ada komentar: